Kamis, 06 Maret 2008

sisihkan waktu untuk "merenung" XI


(tentang perjalanan minggu ini)

4 hari sudah.. kembali seperti dulu..

Mencoba menyegarkan lagi radar yang mulai membeku.. mencoba lagi tuk berjuang menangkap sinyal-sinyal kemanusiaan yang entah berapa lama secara tak sadar telah aku abaikan.. atau bahkan mungkin telah aku kubur diantara keegoisan dan kekecewaan..

4 hari pula.. melihat dunia yang selama ini sempat terlupakan..


Mendengar dendang sumbang nan fals dari anak kecil berkulit kelam..
Bermata redup dan tulang-tulang pipi yang terasa semakin cekung, berbaju kumal dan rombeng, tanpa alas kaki berkejaran dengan bus-bus kota yang menderu dan mengharu biru di tengah panas aspal ibu kota.. seulas senyum tetap terbias di bibir pucat..

Menghirup wangi tubuh dan menikmati elok wajah para wanita yang dicipta sempurna..
Muka yang bertabur bedak tebal, dengan polesan blas-on, mascara atau apalah itu.. mencipta cantiknya jasmani, beralas kaki sepatu hak tinggi dengan balutan blazer yang anggun dan rok pendek yang mengesankan ke-feminim-an, berjalan anggun membelah kejam dan ganasnya nafsu ibu kota.. namun seulas senyumpun tak mampu aku tangkap dari setiap wajah molek itu.

Menikmati segar dan sejuknya senandung episode dongeng pagi hari..
Seorang ibu dengan menggendong si kecil yang aduhai montoknya, sambil menuntun sang kakak yang masih kecil pula.. naik turun bus kota ugal-ugalan yang takkan pernah mencoba mengerti.. dengan beban yang tak ringan di gendongan dan mendekap sang kakak untuk selalu tetap terjaga, ditambah dengan tas besar yang harus pula dijinjing.. kerepotankah sang ibu?? pasti.. menggerutukah sang ibu?? tidak.. karena selalu ada senyum ikhlas di bibir sang ibu, untuk sang buah hati.

4 hari pula.. menumpahkan rindu pada dunia lama..

Menyapa mentari dan sang rembulan..
Berhias alunan lukisan duniawi, bercerita tentang sang perawan dan jejaka, sang pengemis, gelandangan, gembel, pengasong, pengamen, sang executive, orang gila, preman, kupu-kupu malam, tukang ojek, yang dipadu dengan gedung yang menjulang, terminal yang kumuh, jalanan yang menyengat, asap yang menyergap, angin yang beku, rintik yang hangat.. dan jutaan warna yang menyumbat dan teraduk-aduk mendendangkan nada kehidupan.. dan seulas senyumpun terasa semakin mahal.

Menikmati irama alunan sang waktu yang melesat..
Berteman dengan kepulan asap dari sebatang djarum filter di dalam 619 yang hanya berpenumpang satu, sambil menikmati hembus sang pembawa pesan dari dinginnya malam dan kelamnya hujan, atau bersahabat dengan bekunya keringat yang membanjir kala harus berhimpit-himpitan dengan para perawan, berjuang memperebutkan sepenggal nafas yang terkungkung diantara kanopi-kanopi yang bergumpal-gumpal... dan senyumpun seakan terlupakan, lenyap dihempas kecewa..

4 hari pula.. meneropong kembali jalan yang telah terlewati..

Kehidupan memang harus berputar, maka biarkanlah dia berputar seperti apa adanya.. berputar dengan sewajarnya.. dengan segala lakon atau dongeng.. dengan segala peran dan karakter.. dengan segala alur dan skenario-Nya.. biarkan dan terimalah tanpa ada penilaian dan kesimpulan.. (ah.. buat apa menilai dan memutuskan kalo hanya berdasar pikiran yang masih terkungkung nafsu dan ego).

Dan biarkanlah saja senyum terasa semakin mahal, karena memang mungkin sudah sewajarnya dan saatnya bahwa seulas senyum terasa semakin mahal..

Namun aku sadari pula.. bukankah duniaku terasa lebih indah jika selalu aku sediakan senyum.. karena aku hanya manusia.. sudah kodratku mencoba selalu belajar untuk tidak terlalu mudah terbelenggu oleh nafsu dan ego, selalu mencoba untuk menjauh dari kekangan segala ingin dan aturan ciptaan pikiran, juga selalu berjuang untuk berlari dari keterikatan tirani perbudakan hati yang beku dan membuta..

Marilah kita bersegera sujud memohon ampun kehadirat-Nya atas segala keterlenaan kita dan atas keterbiusan kita akan gemerlap duniawi yang sebenarnya tiada kekal. "Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)." (Al-Baqarah:269)


Tidak ada komentar: